PERAN PUBLIK PEREMPUAN MENURUT PERSPEKTIF ISLAM

Dizaman moderen ini banyak sekali perempuan yg ikut serta dalam mengambil bagian hampir di seluruh lini lapangan kegiatan atau pekerjaan. Misalnya di Negara kita tercinta, prempuan menjadi Pesiden, menteri, peminpin perusahaan, Angkatan bersenjata , DPRD, Dewan pertimbangan Agung, MPR, Pegawai Negeri, dan mnjadi buruh, serta pembantu rumah tangga.

                 Dari beberapa bukti ai atas jelas bahwa perempuan telah ikut secara aktif dalam membangun rumah tangga, masyarakat dan Negara. Bahkan ada yg sampai berlebihan, Perempuan memegang peranan penting dalam membiayai rumah tangganya. Seperti di Bali, Sumenep dan banyak lagi kejadian serupa di daerah-daerah Indonesia. Sementara  suaminya  enak-enakan di rumahnya mengurus anak-anaknya. Lantas bagaimanakah islam menyoroti masalah-masalah tersebut diatas. Apakah membolehkan atau justru melarang perempuan menjadi peran public? jawabannya ternyata ulama' dan para cendikiawan muslim masih kontropersial. Diantaranya adalah :

  1. Pendapat Abu Hanifah,  Imam Atthabari dan Ibnu khazin. Menyatakan bahwa kaum perempuan boleh menempati jabatan dalam masalah harta dan lembaga yang menangani kriminalitas dan lainnya. Dengan catatan bukan berarti wajib atau harus. Tetapi harus dilihat dari segi kemaslahatan  bagi perempuan itu sendiri dan juga karena kemaslahatan bagi keluarganya, masyarakat serta kemaslahatan islam. 

Hal ini mengingat kata " Ar-rijalu " dalam ayat " Ar-rijaalu qawwamuna 'alannisaai " bukan berarti laki-laki secara umum, tetapi suami. Karena konsideran lanjutan dari ayat tersebaut adalah karena mereka (suami) menafkahkan harta untuk istri –istri mereka. Seandainya "lelaki" adalah kaum laki-laki secara umum tentu konsiderannya tidak begitu.

  1. Pendapat ulama' dalam kongres umat islam  pada tanggal 7 oktober 1998 dan dalam berbagai forum bahtsul masail menentukan bahwa, haram hukumnya bagi kaum perempuan menjadi peminpin. Pendapat ini di kemukakan oleh K.H. Ilyas ruhiyat (NU), Prof.Dr Asmuni (muhammadiyah), K.H Shiddiq Amin (Persis)[1]

                Adapun dalil yg dijadikan dasar penetaoannya adalah Q.S.annisa' ayat 34 yakni '' Ar-rijaalu Qawwamuna 'alannisaai " yang artinya " kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan". Dan juga hadits nabi yg diriwayatkan oleh imam Bukhari dari Abu Bakrah : "Layyufliha Qawmun wallaw amrahum imraata" yang artinya " tidak akan sukses (beruntung) suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada perempuan ".

                Dari dua pendapat diatas yang saling bertentangan, maka saya condong pada  pendapat yang pertama, dengan catatan sepanjang perempuan itu mampu dan  demi kemaslahatan bersama, dan sekiranya tidak akan menimbulkan fitnah, tetapi pada kegiatan-kegiatan tertentu juga. Karena ada kegiatan tertentu yang tidak boleh di pegang oleh perempuan. Seperti menjadi imam dalam shalat, jika masih ada laki-lakinya sekalipun itu masih anak-anak, apalagi memang makmum nya terdiri dari laki-laki, maka sangat tidak boleh. Karena menurut saya ayat " ar-rijaalu Qawwamuna 'alannisaai " hanya sebuah imformasi yang masih membutuhkan pembahasan dan penafsiran. Karena al-quran dalam surat yang lain juga mengimformasikan, bahwa kelaminnya, atau tinggi rendahnya status sosial, melainkan karena takwanya. Adapun bunyi terjemahan ayat itu adlah sebagai berikut : " Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa, bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal. Karena sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adlah yang paling taqwa"[2] .

                  Ayat ini mengisaratkan, bahwa penilaian terhadap manusia tidak hanya di lihat dari segi fisik atau material, akan tetapi pada aspek kwalitas ketaqwaannya, sekaligus menghapus adanya diskriminasi yang sudah mengkultur di era sebelum datangnya islam, masih banyak ayat lain  yang menunjukkan bahwa perempuan dan laki-laki mempunyaim kedudukan yang sama, terutam secara sprituil.

 

DAFTAR PUSTAKA

-    Qardawi, Yusuf, anatomi masyarakat islam , Terjamahan Dr. Setiawan Budi Utomo, Jakarta Timor, Pustaka Al-Kautsar 1999

-    Hamid, Hasan, Inden terjemahana Al-Quranul Karim, jakarta selatan, Yayasan halimatus sa'diyah. 1997

-    Munandar, utami, Emansipasi dan peran ganda wanita indonesia, suatu tinjauan psikologis, UI, press, Jakarta.1985

-    Depertemen Agama RI, Al-Qur'an dan terjemahannya, bandung, Gema risalah press 1992.



[1] DR. yusuf Qordawi, anatomi masyarakat islam, terjemah DR. Setiawan, Budi Utomo, pustaka Al-kautsar, jakarata. 1999 hal : 299

[2] Terjamah Qur'an surat Al-Hujurat ayat 13

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak