Dizaman moderen ini banyak sekali perempuan yg ikut serta dalam mengambil bagian hampir di seluruh lini lapangan kegiatan atau pekerjaan. Misalnya di Negara kita tercinta, prempuan menjadi Pesiden, menteri, peminpin perusahaan, Angkatan bersenjata , DPRD, Dewan pertimbangan Agung, MPR, Pegawai Negeri, dan mnjadi buruh, serta pembantu rumah tangga.
Dari
beberapa bukti ai atas jelas bahwa perempuan telah ikut secara aktif dalam
membangun rumah tangga, masyarakat dan Negara. Bahkan ada yg sampai berlebihan,
Perempuan memegang peranan penting dalam membiayai rumah tangganya. Seperti di Bali,
Sumenep dan banyak lagi kejadian serupa di daerah-daerah
- Pendapat
Abu Hanifah, Imam Atthabari dan Ibnu
khazin. Menyatakan bahwa kaum perempuan boleh menempati jabatan dalam
masalah harta dan lembaga yang menangani kriminalitas dan lainnya. Dengan
catatan bukan berarti wajib atau harus. Tetapi harus dilihat dari segi
kemaslahatan bagi perempuan itu
sendiri dan juga karena kemaslahatan bagi keluarganya, masyarakat serta
kemaslahatan islam.
Hal ini mengingat kata " Ar-rijalu
" dalam ayat " Ar-rijaalu qawwamuna 'alannisaai " bukan berarti laki-laki
secara umum, tetapi suami. Karena konsideran lanjutan dari ayat tersebaut
adalah karena mereka (suami) menafkahkan harta untuk istri –istri mereka.
Seandainya "lelaki" adalah kaum laki-laki secara umum tentu
konsiderannya tidak begitu.
- Pendapat ulama' dalam kongres umat islam pada tanggal 7 oktober 1998 dan dalam berbagai forum bahtsul masail menentukan bahwa, haram hukumnya bagi kaum perempuan menjadi peminpin. Pendapat ini di kemukakan oleh K.H. Ilyas ruhiyat (NU), Prof.Dr Asmuni (muhammadiyah), K.H Shiddiq Amin (Persis)[1]
Adapun dalil yg dijadikan dasar penetaoannya
adalah Q.S.annisa' ayat 34 yakni '' Ar-rijaalu Qawwamuna 'alannisaai "
yang artinya " kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan".
Dan juga hadits nabi yg diriwayatkan oleh imam Bukhari dari Abu Bakrah : "Layyufliha
Qawmun wallaw amrahum imraata" yang artinya " tidak akan sukses (beruntung)
suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada perempuan ".
Dari dua
pendapat diatas yang saling bertentangan, maka saya condong pada pendapat yang pertama, dengan catatan
sepanjang perempuan itu mampu dan demi
kemaslahatan bersama, dan sekiranya tidak akan menimbulkan fitnah, tetapi pada
kegiatan-kegiatan tertentu juga. Karena ada kegiatan tertentu yang tidak boleh
di pegang oleh perempuan. Seperti menjadi imam dalam shalat, jika masih ada
laki-lakinya sekalipun itu masih anak-anak, apalagi memang makmum nya terdiri
dari laki-laki, maka sangat tidak boleh. Karena menurut saya ayat "
ar-rijaalu Qawwamuna 'alannisaai " hanya sebuah imformasi yang masih
membutuhkan pembahasan dan penafsiran. Karena al-quran dalam
Ayat ini mengisaratkan, bahwa penilaian
terhadap manusia tidak hanya di lihat dari segi fisik atau material, akan
tetapi pada aspek kwalitas ketaqwaannya, sekaligus menghapus adanya
diskriminasi yang sudah mengkultur di era sebelum datangnya islam, masih banyak
ayat lain yang menunjukkan bahwa
perempuan dan laki-laki mempunyaim kedudukan yang sama, terutam secara
sprituil.
DAFTAR PUSTAKA
-
Qardawi, Yusuf, anatomi masyarakat
islam , Terjamahan Dr. Setiawan Budi Utomo, Jakarta Timor, Pustaka Al-Kautsar
1999
-
Hamid, Hasan, Inden terjemahana
Al-Quranul Karim,
-
Munandar, utami, Emansipasi dan
peran ganda wanita
-
Depertemen Agama RI, Al-Qur'an dan
terjemahannya,